Environtment, Social, and Governance (ESG) : Tiga Dasar Memperbaiki Bumi dan Menuju Ekonomi Alternatif
- Februari 23, 2021
- By Sri Andayani
- 0 Comments
Pandemi Covid-19
Pandemi
Covid-19 dialami seluruh penduduk dunia. Hampir semua negara melakukan
kebijakan untuk melakukan lockdown dan
karantina kepada penduduknya. Hal ini merupakan upaya untuk menekan angka
penyebaran penyakit. Akibatnya, mau tidak mau semua negara mengalami imbas
ekonomi, tidak terkecuali di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi menurun dan angka
kemiskinan meningkat. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) banyak yang terkena
imbasnya, mereka mengalami kebangkrutan sehingga memaksa mereka untuk menutup
usahanya dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawannya.
Imbas
dari pandemi Covid-19, isu-isu lingkungan semakin menguat. Limbah medis yang
merupakan termasuk limbah Barang Berbahaya dan Beracun (B3) meningkat drastis
selama pandemi ini. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengeluarkan
peraturan mengenai sistem pengelolaan limbah medis bagi perusahaan layanan
kesehatan sehingga mengurangi dampak buruk untuk lingkungan dan masyarakat. Namun
sayangnya, limbah medis saat ini tidak hanya diproduksi oleh perusahaan yang
berkecimpung dalam layanan kesehatan saja, hampir semua perusahaan dalam bidang
apapun juga menghasilkan limbah medis seperti masker. Bahkan pelaku usaha pun
juga menghasilkan limbah medis ini.
Tidak
hanya limbah medis, limbah non medis pun banyak tidak tertangani dengan baik.
Seperti penggunaan bahan baku sekali pakai secara masif seperti kemasan produk,
peralatan makanan, dan sebagainya. Isu terkait limbah dan kondisi lingkungan di
seluruh dunia selalu menjadi isu yang hangat diperbincangkan karena faktanya
limbah dan memburuknya kondisi alam dapat mengancam keseimbangan bumi dan
kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, diperlukan sistem keberlanjutan
yang mencakup keberlanjutan alam dan manusia, dan mudah diterapkan di semua
lini kehidupan. Sistem seperti ini disebut dengan ESG (Environtment, Sosial, and
Governance).
The Body Shop dan ESG
ESG
adalah sebuah standar perusahaan
dalam praktik investasinya yang terdiri dari tiga konsep atau kriteria: Environmental (Lingkungan), Social (Sosial),
dan Governance (Tata Kelola Perusahaan). Saat ini,
banyak perusahaan yang sudah menerapkan standar ESG dalam melakukan proses
bisninnya hingga ke pengelolaan limbah. Sebagai contoh, merek kosmetik The Body
Shop memiliki program Bring Back Our
Bottles yang pertama kali Dame Anita Roddick pada tahun 1993. Program ini mengajak konsumen The
Body Shop untuk ikut menjadi bagian proses daur ulang dengan mengembalikan botol
bekas kemasan produk ke produsen melalui staf yang ada di gerai-gerai The Body
Shop. Setelah itu, konsumen mendapatkan reward yang berupa poin. Poin yang
terkumpul ini nantinya bisa ditukarkan dengan potongan harga untuk pembelanjaan
produk. Botol yang dikembalikan akan dikumpulkan dan diberikan kepada
perusahaan pengolahan limbah yang telah menjalin kerjasama dengan The Body
Shop.
Selain itu, The Body Shop memiliki program Community Trade dengan pemungut sampah di Bengaluru, India. The Body Shop menggunakan plastik daur ulang untuk sebagian kemasan produknya. Plastik daur dianggap tidak memerlukan banyak bahan tambahan untuk ketika diubah menjadi kemasan baru. Melalui program ini, para pemungut sampah di Bengaluru akan mendapatkan harga yang adil, pendapatan yang stabil, dan kondisi kerja yang lebih layak dan lebih bersih, serta mendapatkan pelayanan sosial.
Melalui The Body Shop, kita dapat belajar bahwa mereka berusaha untuk
menerapkan kriteria ESG ke dalam pengelolaan limbahnya. Kriteria lingkungan
berusaha dipenuhi dengan memanfaatkan plastik daur ulang untuk kemasan dan
melakukan pengumpulan botol bekas dari konsumen untuk diberikan kepada
pengelola limbah yang profesional. Tidak hanya itu, kriteria sosial sedikit
banyak juga diperhatikan oleh The Body Shop. Mereka mencoba menaikkan kualitas
hidup pemungut sampah di India dan mengajak konsumen untuk turut serta dalam
usaha keberlanjutan. Cara ini akan meningkatkan ketertarikan konsumen karena
mereka merasa turut membantu keberlanjutan
alam dan manusia. Kriteria tata kelola limbah diterapkan oleh The Body Shop secara
terstruktur dan menarik, mulai dari kerjasama dengan konsumen hingga kerjasama
dengan pihak lain seperti perusahaan pengelola limbah.
ESG
Mekanisme bisnis seperti ini sangat mendorong terciptanya ekonomi
sirkular sebagai ekonomi alternatif yang mengutamakan 5R yaitu reduce, reuse,
recycle, recovery, dan repair. Hal ini bersinergi dengan standar ESG. Standar ESG
dalam mengelola limbah sebaiknya perlu dipertimbangkan oleh semua perusahaan. Ide
ESG sebetulnya bukan ide baru. Namun ide ini kurang populer sebelumnya di
kalangan produsen atau pebisnis. Untungnya saat ini terdapat pusat studi
mengenai ESG yang bernama Center for Environtment, Social, and Governance Study
atau biasa disebut CESGS. CESGS dibentuk dengan tujuan untuk mendukung
penelitian akademis, membangun eksekutif yang berpikiran berkelanjutan, dan
sebagai solusi terdepan untuk rekomendasi kebijakan yang muncul dalam masalah
Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola. Sehingga para pelaku usaha yang ingin
menerapkan standar ESG pada proses bisnis hingga ke pengelolaan limbah, dapat
bekerja sama dengan CESGS untuk meneliti dan menganalisa mekanisme ESG seperti
apa yang cocok untuk diterapkan di perusahaan.
Tiap bidang usaha memiliki cara unik tersendiri dalam mengimplementasikan
ESG dalam proses bisnisnya sehingga bisa meminimalkan risiko negatif ESG. Tiga
hal yang harus diperhatikan dalam meminimalkan risiko ESG adalah interaksi
dengan investor, konsultasi dengan spesialis ESG, dan membuat proses pemetaan
dengan indeks ESG. Karena risiko ESG memengaruhi bisnis yang sedang dijalankan
oleh perusahaan. Jangan sampai investasi ESG yang ditanamkan ke dalam suatu perusahaan
tidak bersifat sustainable.
Sustainable investing sudah diungkapkan lebih
dari 10 tahun yang lalu oleh Sekjen PBB. Jadi, sebenarnya hal ini bukan sesuatu
ide baru. Semakin kesini, memiliki pengembangan definisi yang berbeda-beda di
tiap bidang ilmu. Namun pada pelaksanaannya sustainable investing memiliki prinsip
dasar yang wajib dipenuhi. Prinsip ini membantu perusahaan agar lebih bertanggung
jawab terhadap aktivitas usahanya sehingga meminimalkan risiko ESG.
Kesimpulannya, standar ESG dalam pengelolaan
limbah merupakan suatu bentuk upaya menuju bumi dan ekonomi yang berkelanjutan.
Tidak hanya itu, standar ini bisa diaplikasikan ke semua lini bisnis dengan
cara yang unik sesuai dengan bidang bisnis masing-masing perusahaan. Maka tidak
heran bahwa standar ESG menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi alam menjadi
lebih baik dan meningkatkan perekonomian.
0 komentar