[ BOOK REVIEW ] BUMI MANUSIA BY PRAMOEDYA ANANTA TOER : DISKRIMINASI MANUSIA



Judul : Bumi Manusia (Tetralogi Buru 1)
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Editor : Astuti Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun : Cetakan 19, Juni 2015
Tebal : 535 hlm.
ISBN : 978-979-97312-3-4


Novel ini digambarkan dengan latar Indonesa awal abad 20. Pada masa itu terdapat 3 golongan yaitu Totok, Indo, dan Pribumi. Totok adalah sebutan untuk orang Eropa. Indo sebutan untuk orang campuran antara Eropa dan Pribumi. Sedangkan Pribumi adalah sebutan untuk penduduk asli.
Bercerita tentang seorang bernama Minke yang bersekolah di H.B.S.  Pada masa itu seorang pribumi tidak boleh sekolah, yang diperbolehkan hanya Eropa, Indo, dan Pribumi keturunan. H.B.S. adalah sekolah untuk 3 golongan ini. Minke adalah seorang pribumi keturunan jadi ia bisa bersekolah. Suatu hari Minke diajak ke rumah Nyai Ontosoroh oleh teman sekolahnya bernama Robert Suurhof yang mengaku seorang Indo. Nyai Ontosoroh adalah gundik dari seorang totok yang kaya raya bernama Herman Mellema. Disebut Nyai karena mereka tidak menikah sah. Nyai Ontosoroh dan herman Mellema mempunyai 2 anak yang bernama Robert Mellema dan Annelies Mellema. Singkatnya Minke yang masih muda ini mencintai Annelies, seorang Indo, dan ternyata Annelies pun juga mencintai minke. Rupa-rupanya cinta mereka ini harus diuji oleh  kekuasaan, kebudayaan, agama, dan stigma masyarakat pada jaman itu membuat masalah terus menerus datang pada Minke dan keluarga Nyai Ontosoroh.
            Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama yaitu Minke. Awal mula novel diceritakan Minke kembali membaca buku harianya yang telah ditulisnya selama 13 tahun kemudian flash back ke kenangan yang ia tulis. Alurnya sulit untuk bisa ditebak. Sehingga pembaca semakin penasaran. Gaya bahasa khas dan diksi yang dipakai beragam. Tiap kata dan kalimat yang tertulis dalam novel ini sarat makna yang mendalam.
Novel ini secara umum mengintegrasikan bagaimana cinta, kasih sayang, kekuasaan, kelemahan, kebudayaan, agama, dan stigma masyarakat pada jaman itu. Sehingga ketika membacanya kita seakan diajak kembali melihat potret kehidupan masa itu. Pesan moral yang bisa ditarik dari novel ini adalah diskriminasi terhadap masyarakat membuat kita hidup terkotak-kotak dan bisa menumbuhkan perasaan negatif seperti kebencian terhadap suatu kelompok atau merendahkan harkat dan martabat orang lain.

You Might Also Like

0 komentar